1. Pre-eklamsia
Setelah dilakukan penelitian di dapat ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya berjumlah 1.079 orang, yang menderita Pre-eklamsia sebanyak 106 orang (9,82%) dan yang tidak menderita pre-eklamsia sebanyak 973 orang (90,18%).
Memperhatikan jumlah ibu yang yang mengalami pre-eklamsia, terlihat cukup berfariasi dalam berbagai aspek. Sesuai dengan tujuan penelitian ini yang memusatkan pada dua faktor yang di anggap mempunyai keterkaitan dengan kejadian pre-eklamsia sekaligus menjadi variable independent dan seperti yang diungkapkan berikut ini.
2. Umur ibu
Setelah dilakukan penelitian terhadap 106 penderita di Rumah Sakit Umum Daerah Dompu Nusa Tenggara Barat pada periode Januari s.d Desember 2010, ternyata penderita pre-eklamsia terbanyak pada umur resiko rendah (20-35) yang berjumlah 77 orang dengan persentase 72,64%, sedangkan pada umur yang berisiko tinggi (<20 dan atau >35 tahun) hanya berjumlah 29 orang dengan persentase 27,36%.
Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukan adanya perbedaan antara teori denga hasil penelitian yang diperoleh dimana seorang wanita denagn usia <20 tahun dan >35 tahun lebih rendah angka kejadian preeklamsia dibandigkan dengan wanita yang berusia antara 20-35 tahun.
Perbedaan itu bisa saja terjadi mengingat bahwa terjadinya masalah yang bersifat patologis termasuk pre-eklamsia tidak hanya disebabkan oleh faktor yang bersifat tunggal akan tetapi dipengaruhi banyak faktor. Sampai saat ini belum ada teori yang menjelaskan penyebab pasti terjadinya preeklamsia, tetapi ada beberapa faktor predisposisi yang mempengaruhi terjadinya preeklamsia, seperti: status sosial ekonomi yang rendah, nutrisi yang jelek, penyakit yang menyertai kehamilan (diabetes miletus, obesitas, dan hipertensi), kehamilan ganda dan mola hidatidosa juga mempengaruhi terjadinya preeklamsia yang tidak menjadi unsur perhatian dalam penelitian ini. Disamping itu dengan melihat variasi umur dari keseluruhan ibu hamil yang dilayani terdapat pada kelompok umur 20 tahun-35 tahun sehingga tidak mengherankan bila umur tersebut tetap menjadi dominan
3. gravida
Dari 106 sampel yang diteliti di Rumah Sakit Umum Daerah Dompu, maka diperoleh gambaran penderita pre-eklampsia terbanyak pada gravida 1 dan atau >3 (risiko tinggi) yang berjumlah 74 orang dengan presentase 69,81%, disusul dengan gravida 2-3 (risiko rendah) yang berjumlah 32 orang dengan presentase 30,19%.
Hasil ini sesuai dengan teori yang telah kami dapat bahwa bertambahnya frekuensi kejadian preeklamsia yaitu pada primi gravida. Pada primigravida atau ibu yang pertama kali hamil sering mengalami stress dalam menghadapi persalinan. Stress emosi yang terjadi pada primigravida menyebabkan peningkatan pelepasan corticotropic realising hormone (CRH) oleh hypothalamus, yang kemudian menyebabkan peningkatan kortisol.
Pada primigravida frekuensi terjadinya preeklamsia lebih tinggi dibandingkan dengan multi gravida karena pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibody terhadap antigen plasenta belum sempurna sehingga respon immune yang tidak menguntungkan histoin kompabilitas plasenta namun jika timbul lagi pada kehamilan berikutnya, ini tidak dapat dijelaskan secara teoritis tetapi hanya dapat digambarkan bahwa multigravida 3 ke atas dapat pula merupakan salah satu keadaan yang kelak dapat menimbulkan komplikasi kehamilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar